Oleh BINTANG IRIANTO*
HAL yang menarik dalam proses pemilihan Presiden RI adalah saat kita harus menjatuhkan pilihan ke salah satu pasangan calon.
Karena dengan memilih merupakan sesuatu yang menjadikan kita mempunyai arti, untuk menempatkan siapa pemimpin kita yang akan memberikan kontribusi terbaik bagi pembangunan bangsa dan negara, juga terutama bagi keberlangsungan Indonesia ke depannya.
Yang menjadi pertanyaan, bagaimana kita memilih pemimpin yang baik, yang bekerja untuk mendorong pembangunan yang berkesejahteraan dan berkeadilan juga bisa melajukan roda ekonomi: Pemimpin yang bisa memberikan ruang pekerjaan bagi masyarakatnya dan banyak hal-hal yang menjadi keinginan bagi kita.
Mengapa hal-hal yang sifatnya idealis ini harus dimunculkan? Karena keinginan dari personal masyarakat dalam komunitas kecil dengan semua kehidupan, tentunya mempunyai kesamaan dengan komunitas besar yang bernama ‘warga negara’ secara universal, yaitu kehidupannya lebih baik, kehidupannya lebih terjamin, kehidupannya lebih tentram dan kehidupan lebih sejahtera.
Dengan pemahaman yang idealis ini, berarti kita memilih pemimpin dengan menggunakan rasio juga menggunakan inderawi kita terhadap Capres dan Cawapres yang akan manggung dikemudian hari.
Nurani Kita Memilih
Lantas, bagaimana caranya agar kita bisa memilih figur yang memang pantas untuk memimpin bangsa ini?
Tentunya kita harus mengedepankan inderawi, dengan merasakan bagaimana rekam jejak tokoh-tokoh yang maju dalam pemilihan kepemimpinan nasional ini.
Karena rekam jejak ini penting untuk kita, agar dapat mendiagnosa siapakah yang lebih pantas untuk kita pilih. Dengan rekam jejak tersebut, kita akan memahami dan mengerti dengan sikap dan cara memimpin (leadership) dari tokoh yang akan kita pilih.
Sikap kepemimpinan dari jejak panjang yang sudah terekam model kepemimpinannya, tentunya kita akan dapat memilah apakah tokoh tersebut merupakan orang yang pantas atau tidak untuk memimpin negeri ini.
Memang tidak gampang nurani kita untuk memutuskan dari tokoh-tokoh yang akan manggung, dengan pengalaman yang sudah pernah dilakukan serta keberhasilannya. Akan tetapi paling tidak dengan menggunakan pendekatan rasional dan inderawi (merasakan, kepekaan) pada setiap figur dengan cita-cita kita yang idealis, tentunya kita akan mengetahui siapa yang akan kita pilih.
Karena secara nurani, kita akan bisa membuktikan diantara satu tokoh dengan tokoh yang lainya, diantara satu kelebihan tokoh dengan tokoh lainya, dan diantara cita-cita universal masyarakat kita dengan model kepemimpinan yang dipunyai oleh para tokoh yang menjadi Capres dan Cawapres di 2019.
Memilih Pemimpin Rasional
Melihat hal seperti itu, maka seharusnya pemimpin yang terpilih oleh masyarakat yang demokratis adalah pemimpin rasional dan hasilnya juga dipilihnya dengan rasional, dimana kerasionalan itu merupakan satu wujud kualitas masyarakat dan personal pemimpin untuk bertujuan membangun bangsa ini dengan ‘rasionalitas’.
Mengapa dikatakan harus rasional, karena dengan adanya rasionalitas yang menjadi kesepakatan bersama antara yang dipimpin dan yang terpimpin, maka proses musyawarah melalui sistem trias politika ini semakin baik dan semakin berkualitas.
Dengan mengedepankan pemilih dan calon yang rasional, maka secara ideal juga akan menghasilkan pemimpin yang rasional.
Selain itu, menempatkan peran pembangunan kemanusiaan dengan menggunakan agama dan tradisi sebagai penjaga atau filterisasi terhadap kebudayaan populer, yang berdampak mengganggu kesatuan dan persatuan bangsa.
Oleh karenanya, menjadi sebuah kewajaran pada Pemilihan Presiden RI 2019, peran masyarakat dalam memilih harus didasarkan kepada pikiran melalui pendekatan rasa inderawi, sehingga keinginan kita sebagai anak bangsa untuk memilih seorang pemimpin nasional didasarkan pemilahan akan menjadi baik bagi perkembangan demokrasi Indonesia ke depannya. Semoga hal ini bukan menjadi sesuatu yang mengada-ada, tapi kenyataan yang sesungguhnya. Wallahu ‘a’lam bishawab. []
Komentar